Pemerintah resmi mencabut izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan nikel di Raja Ampat mulai Juni 2025. Keputusan ini diambil menyusul survei Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Kementerian ESDM yang menemukan pelanggaran administratif serta kerusakan ekosistem laut dan hutan di kawasan geopark UNESCO tersebut.
Langkah pencabutan izin itu juga menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah efektif menanggapi desakan dari DPR dan publik, yang menyoroti potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Wakil Ketua Komisi VII DPR dari PDIP, Evita Nursanty, menegaskan bahwa kebijakan ini harus dijalankan secara konsisten agar kegiatan serupa tidak kembali terulang di masa depan.
Empat perusahaan yang terkena pencabutan izin antara lain PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Namun, PT Gag Nikel—anak usaha BUMN Antam—tetap diperbolehkan beroperasi setelah Laporan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan pemulihan lingkungan memenuhi standar pemerintahan.
Selain mencabut izin, pemerintah juga tengah meningkatkan pengawasan terhadap operasi PT Gag Nikel, termasuk pelestarian ekosistem laut dan reklamasi lahan pascatambang. Langkah ini merupakan bagian dari perbaikan tata kelola pertambangan agar sesuai standar lingkungan dan konservasi.
Dalam menghadapi isu ini, aktivis lingkungan meminta agar pemulihan lahan bekas tambang dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat lokal. Komitmen semacam ini dinilai penting untuk menjaga citra Raja Ampat sebagai destinasi konservasi dan geopark dunia.
Penulis: FebriaDV