Kasus Kuota Haji dan Framing Buruk Kepada Ustadz Khalid Basalamah

redaksi

Ustadz Khalid Basalamah

Distriknews.co, Jakarta – Dugaan korupsi kuota haji khusus tahun 2024 kembali jadi sorotan publik dengan babak terbaru yang menimpa pendakwah Ustaz Khalid Basalamah. KPK mengungkap sejumlah fakta baru termasuk ‎“uang percepatan”, pemeriksaan saksi, hingga tuduhan bahwa Ustadz Khalid diframing oleh oknum Kementerian Agama (Kemenag).

Pada 19 September 2025, KPK menyebut ada tawaran uang percepatan 2.400 Dolar AS per jemaah kepada Ustadz Khalid untuk menggunakan kuota haji khusus. Sebelumnya, Khalid dan rombongannya sudah mendaftar haji dengan visa furoda. Tawaran tersebut diklaim berasal dari oknum Kemenag, supaya mereka bisa berangkat tahun itu juga.

Setelah uang terkumpul dan diserahkan, publik merasa terjadi pelanggaran aturan. Namun, karena adanya pembentukan Panitia Khusus DPR (Pansus Haji) dan ketakutan oknum terkait pengerahan publik, uang itu dikembalikan ke Ustaz Khalid. KPK memandang pengembalian ini sebagai salah satu bukti penting.

Sikap Ustaz Khalid juga menarik perhatian. Dalam pemeriksaan terakhir oleh KPK, dia diperiksa sebagai saksi fakta. Khalid menjelaskan bahwa dirinya berangkat haji 2024 bersama jemaah via kuota khusus dan membimbing rombongannya. Dia mengatakan bahwa rombongannya pada awalnya mengikuti visa furoda, kemudian beralih ke haji khusus karena tawaran percepatan.

KPK sendiri belum menetapkan Ustaz Khalid sebagai tersangka. Mereka masih mendalami bagian dari agen travel, mekanisme pengelolaan kuota tambahan, dan pengalihan kuota reguler ke khusus yang diduga melanggar UU.

Framing buruk terhadap Khalid muncul dalam narasi bahwa dia “jual kuota” atau “minta uang percepatan” secara pribadi untuk keuntungan. Banyak netizen yang menganggap bahwa narasi ini dibuat untuk memperburuk citra Khalid sejak awal, meskipun fakta-fakta awal seperti tawaran percepatan, pengumpulan uang, dan pengembalian dana sudah dijelaskan.

Pihak Kemenag dan oknum yang disebut belum terungkap jelas nama-namanya dalam publik. KPK pun masih menyelidiki apakah ada unsur gratifikasi, pemerasan, atau ketidakpatuhan prosedural terhadap UU Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Kini publik menunggu dua hal utama: hasil penyidikan yang transparan, serta klarifikasi resmi dari seluruh pihak terkait. Kasus ini memperlihatkan betapa mudahnya persepsi bisa menyala dan menyudutkan seseorang sebelum fakta lengkap terungkap.

Baca juga

Bagikan:

Tags