Distriknews.co, Jakarta – Peringatan 30 September tidak hanya identik dengan sejarah kelam Gerakan 30 September 1965, tetapi juga menjadi momentum bagi kalangan buruh untuk menyuarakan aspirasi mereka. Setiap tahun, tanggal ini sering dipakai serikat buruh untuk mengingatkan pemerintah tentang hak-hak pekerja dan kondisi kesejahteraan yang masih jauh dari harapan.
Sejumlah serikat pekerja di Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Medan menggelar aksi pada Selasa, 30 September 2025. Mereka membawa berbagai tuntutan mulai dari penolakan pemutusan hubungan kerja sepihak, desakan terhadap kenaikan upah minimum, hingga kritik terhadap implementasi Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap lebih menguntungkan pengusaha dibanding pekerja.
Sejarah mencatat bahwa aksi buruh pada 30 September sudah berlangsung sejak era reformasi. Momentum ini dipilih karena berdekatan dengan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober, yang dinilai sarat makna dalam perjuangan menegakkan keadilan sosial. Buruh menilai, keadilan sosial yang menjadi sila kelima Pancasila masih belum sepenuhnya diwujudkan, terutama dalam konteks kesejahteraan pekerja.
Di tahun-tahun sebelumnya, aksi buruh pada 30 September kerap diwarnai orasi di depan gedung DPR, Kementerian Ketenagakerjaan, maupun kantor gubernur di berbagai provinsi. Tuntutan yang diangkat cenderung konsisten, yakni peningkatan upah layak, perlindungan pekerja kontrak, serta penolakan terhadap sistem outsourcing yang dinilai merugikan tenaga kerja.
Pada 2025, isu krisis ekonomi global juga memperkuat alasan buruh turun ke jalan. Inflasi yang masih terasa di sektor pangan dan energi menambah tekanan terhadap daya beli pekerja. Para buruh menegaskan bahwa kondisi ini harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan pengupahan tahun depan.
Selain itu, peringatan aksi buruh 30 September juga menjadi ruang konsolidasi antar serikat pekerja. Beberapa organisasi buruh besar seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) tercatat ikut serta dalam menggerakkan massa. Hal ini memperlihatkan bahwa solidaritas buruh masih tetap kuat meski menghadapi dinamika politik dan ekonomi yang berubah.
Pihak kepolisian menyatakan telah menyiapkan pengamanan di sejumlah titik aksi untuk memastikan kegiatan berlangsung tertib. Hingga sore hari, aksi di beberapa kota dilaporkan berjalan kondusif meski arus lalu lintas sempat tersendat di titik-titik utama.
Aksi buruh setiap 30 September pada akhirnya tidak hanya sekadar simbol perlawanan, tetapi juga pengingat bahwa kesejahteraan pekerja tetap menjadi isu penting yang belum tuntas. Bagi sebagian besar buruh, momentum ini menjadi wadah untuk mengingatkan pemerintah agar tidak melupakan janji perlindungan dan keadilan sosial.