Jakarta – Pengungkapan terbaru dari Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, atau yang dikenal MBS, menarik perhatian! Dikutip berdasarkan sumber terpercaya, MBS mengaku mendapat ancaman pembunuhan.
Tentunya hal ini tidak dapat diabaikan. Bukan hanya karena menyangkut nyawa seseorang pemimpin berpengaruh, tetapi juga karena ini diperkirakan bakal berdampak bagi Timur Tengah.
Dalam sebuah pertemuan rahasia dengan anggota parlemen Amerika Serikat, MBS menyatakan bahwa dirinya berada dalam bahaya besar.
“Akhir-akhir ini, ia memberi tahu anggota parlemen AS bahwa ia berisiko mengalami pembunuhan,” ujar seorang mantan pejabat AS yang diberi pengarahan terkait percakapan tersebut.
Ancaman ini, menurut MBS, ada kaitannya dengan upaya dalam memediasi kesepakatan besar antara Arab Saudi, Israel, dan Amerika Serikat yang mencakup normalisasi hubungan diplomatik.
Apa yang diceritakan MBS bukanlah sekadar guyunon. Sejarah telah menunjukkan bahwa langkah-langkah diplomasi berani di Timur Tengah seringkali diiringi dengan ancaman serius.
MBS sendiri mengingatkan akan nasib Anwar Sadat, mantan presiden Mesir yang dibunuh usai mencapai perjanjian damai dengan Israel. Saat itu, Amerika Serikat dituduh tidak cukup melindungi Sadat, dan MBS sekarang khawatir hal yang sama bisa terjadi padanya.
Ini bukan hanya soal hidup dan mati MBS. Ancaman ini juga menyoroti betapa rapuhnya proses perdamaian yang ada di Timur Tengah.
Kesepakatan yang sedang dinegosiasikan tidak hanya melibatkan pembukaan hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Israel, akan tetapi juga komitmen Amerika Serikat untuk memberikan jaminan keamanan kepada Arab Saudi.
Lebih jauh, kesepakatan ini bisa membuka jalan bagi program nuklir sipil dan investasi besar di berbagai sektor teknologi di Arab Saudi. Namun, upaya ini bukannya tanpa hambatan.
Ketidakpuasan MBS terhadap sikap Israel yang enggan memasukkan isu kemerdekaan Palestina ke dalam kesepakatan tersebut menjadi perhatian seriusnya.
MBS menyadari bahwa tanpa komitmen yang kuat terhadap solusi dua negara, normalisasi hubungan dengan Israel bisa saja menjadi bumerang bagi dirinya dan negaranya.
“Masa jabatan saya sebagai penjaga tempat-tempat suci Islam tidak akan aman jika saya tidak mengatasi masalah keadilan yang paling mendesak di kawasan kami,” ujar MBS dalam diskusi, disebutkan sumber tersebut.
Pernyataan ini menegaskan bahwa MBS tidak hanya mengkhawatirkan keselamatannya sendiri, tetapi juga stabilitas dan reputasi Arab Saudi di dunia Muslim.
Sementara Israel mungkin melihat normalisasi hubungan dengan Arab Saudi hanya sebagai keuntungan besar. Dalam kasus tersebut, MBS tampaknya lebih berhati-hati. Ia memahami bahwa kesepakatan ini harus mencakup lebih dari sekadar keuntungan politik.
Di tengah ketegangan yang terus meningkat, terutama setelah konflik Gaza baru-baru ini, MBS tahu bahwa dia bermain di medan yang sangat berbahaya. Langkah apa pun yang diambil akan berdampak besar, tidak hanya bagi masa depan Arab Saudi, tetapi juga bagi seluruh kawasan.
Tanpa komitmen yang jelas dari semua pihak yang terlibat, risiko yang dihadapi MBS, baik dari dalam maupun luar negeri, akan terus meningkat.
Ini adalah pelajaran berharga bagi siapa pun yang berusaha mencari solusi diplomatik di Timur Tengah. Sebab, perdamaian adalah bisnis yang berbahaya, dan kadang-kadang, bahkan langkah yang paling bijaksana pun bisa berujung pada ancaman mematikan.
Perwakilan Arab Saudi hingga kini belum memberikan komentar resmi mengenai laporan ini, dan kedutaan besar Arab Saudi di Washington memilih untuk tidak memberikan tanggapan.
Namun, situasi ini seharusnya menjadi pengingat bagi semua pihak yang terlibat bahwa diplomasi tidak pernah bebas risiko, terutama di kawasan yang penuh dengan ketegangan dan intrik seperti Timur Tengah.