Jakarta – Di balik sosok komedian tajam dan kontroversial, yakni Dave Chappelle, ternyata dia memiliki perjalanan spiritual yang dalam dan bermakna. Semua bermula sejak usia 17 tahun.
Saat usia segitu, Dave Chappelle memeluk Islam, sebuah keputusan yang diambil setelah serangkaian pengalaman sederhana namun berkesan yang ia alami di sebuah toko pizza kecil di Washington DC.
Sesi wawancara dengan David Letterman di acara “My Guest Needs No Introduction” membuat Dave Chappelle bercerita banyak tentang kisahnya itu.
Dimulai bagaimana interaksinya dengan staf Muslim di toko pizza dekat rumahnya, yang diakui Dave, benar-benar berperan penting dalam perjalanannya menuju Islam.
Setiap kali mampir ke toko tersebut, ia yang saat itu masih remaja, selalu merasa terkesan dengan energi positif yang dipancarkan oleh para pekerjanya.
“Toko pizza itu berada tepat di seberang rumah saya, dan banyak pria Muslim yang bekerja di sana,” cerita Chappelle kepada Letterman.
Rasa ingin tahu yang besar membuat Dave Chappelle sering bertanya tentang agama Islam kepada salah satu pemilik toko, yang dengan penuh semangat menjelaskan keyakinannya. Dari percakapan-percakapan itu, ia menemukan sudut pandang baru yang kemudian mengubah hidupnya.
“Perspektif yang mereka tawarkan tentang hidup membuat saya berpikir lebih dalam.”
Ia akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam, dan keyakinan ini menjadi dasar dari banyak keputusan penting dalam hidupnya, baik secara pribadi maupun dalam kariernya sebagai komedian.
Dave Chappelle dikenal sebagai komedian yang kerap menyinggung isu-isu sensitif dalam pertunjukannya, mulai dari ras, politik, hingga agama.
Namun, keyakinan Dave membuatnya melihat komedi sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar hiburan. Ia percaya bahwa komedi bisa menjadi alat untuk menyampaikan pesan yang lebih dalam dan bermakna.
Salah satu contoh nyata dari keyakinan ini adalah ketika pandemi Covid-19 melanda. Di saat banyak acara komedi dibatalkan, Dave Chappelle justru memutuskan melaksanakan pertunjukan di kampung halamannya, Yellow Springs, Ohio.
Acara itu tidak hanya untuk menghibur, tetapi juga untuk membantu masyarakat lokal yang terdampak pandemi secara ekonomi.
“Selama beberapa bulan terakhir, kami sudah mengadakan 26 pertunjukan di sini,” katanya.
“Setiap orang yang terlibat berasal dari Ohio atau terhubung dengan komunitas kami. Banyak dari mereka sedang cuti dan tidak bisa bekerja karena pandemi. Acara ini adalah cara kami untuk bangkit bersama.”
Bagi Dave Chappelle, 26 pertunjukan tersebut bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk kontribusi dari komunitasnya kepada dunia.
“Ini sangat berarti bagi saya karena ini adalah persembahan dari komunitas saya,” jelasnya.
Dalam wawancaranya, Dave Chappelle juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pandangan sempit publik tentang Islam, terutama di Amerika Serikat.
Menurutnya, banyak orang yang salah paham tentang agama ini dan hanya melihatnya dari sudut pandang negatif.
“Islam adalah agama yang indah,” ungkapnya, menambahkan bahwa banyak nilai dalam Islam yang juga tercermin dalam agama-agama besar lainnya seperti Kristen dan Yudaisme.
Ketika ditanya tentang retorika anti-Muslim yang sering kali dikaitkan dengan Presiden AS saat itu, Donald Trump, Dave Chappelle pun menanggapinya dengan santai.
“Saya tidak mengharapkan banyak empati atau kecerdasan budaya dari orang seperti itu,” katanya, mengkritik pendekatan Trump terhadap komunitas Muslim.
Dave Chappelle yang dikenal dengan lelucon-leluconnya yang kontroversial kini terlihat dari sudut pandang lain. Ia bukan hanya seorang komedian hebat, tetapi juga seorang individu dengan perjalanan spiritual yang dalam, yang dimulai dari toko pizza sederhana di Washington DC.
Bagi Dave Chappelle, hidup ini lebih dari sekadar tawa; ini adalah perjalanan untuk menemukan makna yang lebih dalam.