Terlalu Banyak Korban Jiwa, Operasi Antinarkoba Brazil Tuai Kecaman Dunia

redaksi

Distriknews.co, Brazil – Operasi besar-besaran antinarkoba di Brasil berujung tragedi berdarah. Sedikitnya 121 orang tewas, termasuk empat polisi, setelah pasukan keamanan menggempur markas geng narkoba Comando Vermelho di kawasan Penha, Rio de Janeiro. Otoritas menyebut operasi ini telah direncanakan selama dua bulan, namun hasilnya memicu kemarahan publik dan kecaman internasional.

Pemandangan memilukan terjadi setelah penggerebekan. Puluhan jenazah ditemukan bergelimpangan di jalanan dan hutan sekitar permukiman. Warga yang marah menyusun lebih dari 70 mayat di tengah jalan sebagai bentuk protes terhadap tindakan brutal aparat. “Saya hanya ingin membawa anak saya pulang dan memakamkannya,” kata Taua Brito, ibu korban, sambil menangis di antara pelayat.

Menurut Kepala Keamanan Negara Bagian Rio, Victor Santos, operasi ini memang berisiko tinggi. “Tingkat mematikan dari operasi ini dapat diperkirakan, tapi bukan sesuatu yang diinginkan,” ujarnya dalam konferensi pers. Ia menegaskan akan menyelidiki dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan aparat di lapangan. Namun, lembaga bantuan hukum publik memperkirakan korban tewas bisa mencapai 132 orang, lebih banyak dari data resmi kepolisian.

Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam keras operasi berdarah tersebut. Lembaga itu menilai jumlah korban yang sangat tinggi menunjukkan potensi pelanggaran serius terhadap hukum internasional. “Kami mendesak agar penyelidikan cepat dan transparan dilakukan terhadap tindakan aparat,” tulis pernyataan resmi PBB. Beberapa keluarga korban bahkan mengaku menemukan tanda-tanda eksekusi di luar hukum pada tubuh jenazah seperti luka tembak di wajah dan bekas ikatan tangan.

Meski menuai kritik tajam, Gubernur Rio Claudio Castro tetap membela tindakan aparat. Ia menyebut seluruh korban adalah anggota geng bersenjata yang menembaki polisi dari dalam hutan. “Tidak ada orang yang berjalan santai di hutan saat operasi berlangsung. Mereka adalah penjahat,” ujarnya. Castro menilai operasi tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap “narkoterorisme” yang telah lama menguasai favela Rio.

Dalam operasi itu, polisi menyita 118 senjata api dan menahan 113 tersangka. Pemerintah negara bagian mengklaim ini sebagai operasi terbesar terhadap jaringan Comando Vermelho, kelompok kriminal yang menguasai perdagangan narkotika di Brasil bagian tenggara. Namun, banyak pihak menilai pendekatan kekerasan semacam ini justru memperdalam konflik antara aparat dan warga miskin di permukiman kumuh.

Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva merespons situasi ini dengan menyerukan penegakan hukum yang berkeadilan. “Kita harus melawan kejahatan terorganisir tanpa melukai warga,” tulisnya di platform X. Ia meminta agar operasi antinarkoba dilakukan secara terkoordinasi dan menghormati hak asasi manusia. Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski juga menegaskan bahwa 50 polisi federal tambahan akan dikirim ke Rio untuk memperkuat operasi keamanan yang lebih terukur.

Tragedi di Rio menjadi cermin kerasnya perang terhadap narkoba di Amerika Latin. Dengan korban tewas ratusan orang dalam satu operasi, Brasil kini menghadapi tekanan global untuk mengevaluasi kembali kebijakan keamanan yang dinilai terlalu represif dan berpotensi melanggar hak hidup warganya.

Baca juga

Bagikan:

Tags