Tantangan dan Upaya Revitalisasi Museum Kayu Tuah Himba di Tenggarong

redaksi

Foto: Museum Kayu Tuah Himba, Tenggarong.

TENGGARONG – Museum Kayu Tuah Himba di Tenggarong saat ini menghadapi tantangan serius terkait penurunan jumlah pengunjung. Pengelola museum, Sofyan Hadi, mengungkapkan bahwa sebelum pandemi COVID-19, museum ini menarik 20-25 pengunjung per hari. Kini, jumlah tersebut menurun drastis menjadi 4-5 pengunjung per hari.

Kendati demikian, museum ini masih diuntungkan oleh kunjungan paket wisata dari sekolah-sekolah, terutama pada akhir pekan. “Seperti bulan Februari nanti, ada kunjungan 200 orang dari salah satu SD di kota Balikpapan,” kata Sofyan.

Penurunan jumlah pengunjung ini, menurut Sofyan, disebabkan oleh meningkatnya jumlah objek wisata di desa-desa yang menawarkan beragam pilihan bagi wisatawan. “Semakin banyak objek wisata, semakin banyak pilihan pengunjung. Biasanya objek wisata baru banyak dikunjungi wisatawan,” jelasnya.

Salah satu upaya yang pernah dilakukan untuk meningkatkan kunjungan adalah melalui kerja sama dengan Starbucks, di mana pembelian kopi senilai Rp 100 ribu memberikan akses masuk museum gratis. “Namun, program tersebut sudah tidak ada lagi,” tambahnya.

Tarif masuk ke Museum Tuah Himba sangat ekonomis, yaitu Rp 5000 untuk dewasa dan Rp 3000 untuk anak-anak, dengan biaya parkir yang dikenakan terpisah.

Sofyan juga menjelaskan bahwa perawatan museum dilakukan secara rutin, seperti pembersihan lantai ulin dengan solar dan pemeliharaan koleksi kayu. Namun, perawatan terhadap buaya yang diawetkan memerlukan keterampilan khusus dari dokter hewan terkait penggunaan zat formalin.

“Untuk perawatan buaya yang diawetkan, tidak bisa dilakukan secara rutin. Harus orang khusus yang menangani seperti dokter hewan karena terkait takaran zat formalin yang dibutuhkan,” pungkasnya.

Baca juga

Bagikan: