Jakarta – Beberapa waktu terakhir, istilah susu ikan makin banyak dibicarakan publik. Produk yang diusulkan sebagai alternatif pengganti susu sapi dalam program makan siang gratis ini digagas oleh kabinet Prabowo-Gibran.
Namun, apakah susu ikan benar-benar bisa menggantikan susu sapi, dan bagaimana tinjauan ilmiah terhadap produk tersebut?
Dari perspektif akademis, susu ikan memang menawarkan potensi besar sebagai sumber protein alternatif.
CEO PT Berikan Teknologi Indonesia, Yogie Arry, menjelaskan bahwa sebenarnya susu ikan ini adalah minuman berprotein tinggi yang terbuat dari asam amino ikan. Meskipun minuman ini memiliki warna dan tekstur yang mirip dengan susu, produk ini secara teknis bukanlah susu seperti yang umum diketahui.
“Kalau pakai bahasa campaign di masyarakat, bicara minuman berprotein tinggi asam amino dari ikan, mungkin terlalu panjang. Akhirnya masyarakat menganggapnya, sudah saja ini susu ikan. Jadi yang me-mention-nya dari masyarakat,” ujar Yogie, dikutip Tribunnews.
Dalam dunia pangan, definisi susu sudah diatur dengan jelas, baik secara internasional melalui CODEX Alimentarius maupun di Indonesia melalui Standar Nasional Indonesia (SNI).
Secara umum, susu didefinisikan sebagai cairan bergizi yang dihasilkan oleh kelenjar susu (mammae) hewan mamalia, seperti sapi, kambing, kerbau, dan lainnya. Oleh karena itu, minuman berbasis protein ikan ini tidak dapat dikategorikan sebagai susu dalam definisi formal tersebut.
Menurut dosen Fakultas Peternakan IPB, Epi Taufik, susu ikan sebenarnya tidak termasuk dalam kategori susu yang diakui oleh standar pangan internasional maupun nasional.
“Susu diakui oleh standar internasional harus berasal dari hewan mamalia seperti sapi, domba, atau kambing. Produk yang berasal dari ikan mungkin lebih tepat disebut sebagai minuman protein ikan,” jelasnya.
Namun, meski tidak sesuai dengan definisi standar susu, produk ini tetap menarik untuk dikaji lebih lanjut, terutama dalam konteks penyediaan sumber protein alternatif yang terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
Ikan adalah salah satu komoditas perikanan utama di Indonesia, dan produksi minuman berbasis protein ikan bisa menjadi langkah strategis untuk meningkatkan konsumsi protein lokal.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, pun turut mendukung penggunaan susu ikan sebagai alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan pada susu sapi impor.
Dengan angka impor susu sapi kisaran 75 persen dari total kebutuhan nasional, hadirnya sumber protein lokal seperti susu ikan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi beban impor.
Namun, meskipun potensinya besar, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Kepala Badan Gizi Nasional, Anita Kartika, menegaskan bahwa susu ikan membutuhkan kajian mendalam sebelum diterapkan secara luas.
“Kami harus memastikan bahwa setiap bahan makanan yang digunakan dalam program pemerintah, termasuk susu ikan, memenuhi standar gizi yang dibutuhkan oleh masyarakat,” tegasnya.
Penggunaan susu ikan sebagai alternatif tentu tidak hanya soal mempromosikan sumber protein baru, tetapi juga harus didukung dengan penelitian mendalam mengenai nilai gizinya. Dalam konteks ini, susu ikan masih memerlukan pengujian lebih lanjut untuk memastikan bahwa ia bisa benar-benar memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
“Harus dikaji, terutama untuk anak-anak yang nanti akan menjadi target utama dari program makan siang gratis ini,” pungkasnya.
Secara keseluruhan, meskipun susu ikan belum sesuai dengan definisi formal susu menurut standar internasional, ia tetap menawarkan potensi besar sebagai sumber protein alternatif.
Melalui penelitian dan pengembangan yang tepat, susu ikan bisa menjadi solusi lokal yang tidak hanya mendukung sektor perikanan Indonesia, tetapi juga menyediakan nutrisi yang lebih terjangkau bagi masyarakat luas.