Perjuangan Aidil Amin Menyelamatkan Bekantan dan Habitatnya di Sungai Hitam

redaksi

Foto: ILUSTRASI- Seekor bekantan di kawasan Sungai Hitam, Kelurahan Kampung Lama, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Foto: ILUSTRASI- Seekor bekantan di kawasan Sungai Hitam, Kelurahan Kampung Lama, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Distriknews.co, Tenggarong – Aidil Amin masih jelas mengenang saat dia terpaksa merawat seekor bekantan yang terluka karena ditembak oleh pemburu liar di Sungai Hitam, Kelurahan Kampung Lama, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Satu peluru menembus bahu kiri primata langka yang disebut Monkey Long-Nosed itu. Kejadian itu terjadi pada awal tahun 1990-an ketika Aidil masih remaja.

“Pemburu tersebut sengaja menyerang bekantan untuk mengubah habitatnya menjadi lahan kelapa sawit,” kata Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sungai Hitam Lestari.

Kerusakan habitat bekantan terutama terjadi di sepanjang sungai karena hutan di tepinya mudah diakses dan sering diubah menjadi permukiman, tambak, atau pertanian.

Pada tahun 1990-an, habitat bekantan mencapai 29.500 kilometer persegi (km2), namun sekitar 60 persennya atau sekitar 17.700 km2 telah berubah fungsi. Saat ini, hanya tersisa 11.800 km2 yang masih menjadi habitat bagi primata langka tersebut.

Di Kecamatan Samboja sendiri, pada tahun 2013, terdapat sebanyak 188 ekor bekantan yang tersebar di sembilan area Sungai Hitam. Namun, perubahan ekologis, baik di hulu maupun di hilir sungai, telah mengganggu keseimbangan lingkungan di kawasan tersebut.

Misalnya, pertambangan batu bara di hulu telah membuat air sungai keruh karena limbahnya dibuang ke sungai. Di bagian hilir, luas habitat bekantan berkurang hingga 3 hektar akibat konversi lahan menjadi permukiman, tambak, dan perkebunan.

Aidil dan lima rekannya telah berupaya menjaga dan melestarikan bekantan dan habitatnya selama belasan tahun. Mereka membersihkan sampah di Sungai Hitam, melindungi bekantan dari perburuan liar, dan menanam serta merawat mangrove jenis rambai di sepanjang sungai, tanaman ini merupakan tempat tinggal dan sumber makanan bagi bekantan yang bernama Latin Nasalis larvatus.

Namun, mereka menyadari bahwa upaya mereka tidak dapat dilakukan sendiri. Oleh karena itu, mereka membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sungai Hitam Lestari. Pada tahun 2019, sebuah perusahaan migas yang beroperasi di Samboja memberikan dukungan kepada Aidil dan kelompoknya melalui Program Ekowisata Sungai Hitam Lestari.

“Dukungan yang kami terima tidak hanya untuk pelestarian, tetapi juga pengembangan ekowisata,” kata Aidil, yang juga dianugerahi Kandidat Kalpataru 2020.

Pokdarwis Sungai Hitam bertindak sebagai koordinator dan lembaga hukum yang mengawasi kegiatan pelestarian bekantan. Mereka juga mengembangkan ekowisata berbasis pelestarian bekantan dengan memanfaatkan sungai yang sebelumnya kurang dimanfaatkan.

Pokdarwis juga menyelenggarakan pelatihan pemantauan dan perlindungan habitat bekantan serta pelatihan bagi pemandu wisatawan. Selain itu, mereka juga menerima bantuan dalam bentuk pembangunan fisik seperti renovasi gudang, pembuatan plang, dermaga, dan pengadaan kapal.

Dengan kesiapan dan kemandirian dari Pokdarwis, Ekowisata Sungai Hitam Lestari (SHL) telah menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Samboja. Wisata ini menawarkan perjalanan sungai untuk melihat bekantan liar.

“Waktu terbaik untuk melihat bekantan adalah antara jam 7 pagi hingga 10 pagi, dan juga antara jam 3 sore hingga jam lima,” jelas Aidil. Jika beruntung, wisatawan dapat melihat kelompok bekantan sebanyak 10 hingga 20 ekor pada waktu-waktu tersebut.

Untuk melakukan perjalanan Ekowisata SHL dan melihat bekantan liar, wisatawan lokal dikenakan tarif Rp 300 ribu per kapal (untuk 4 orang) atau Rp 600 ribu per kapal (untuk 6 orang). Sedangkan wisatawan mancanegara dikenakan tarif Rp 130 ribu per orang untuk perjalanan satu jam. Biaya perjalanan bisa bertambah jika wisatawan menginginkan durasi yang lebih lama.

Selain perjalanan sungai untuk melihat bekantan, Pokdarwis SHL juga mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) anggotanya, seperti pelatihan pengolahan buah nipah menjadi klapertart dan produksi teh jeruju.

Penulis : Reihan Noor

Baca juga

Bagikan:

Tinggalkan komentar