Mahasiswa Unmul Kembali Soroti Satu Dekade Kepemimpinan Jokowi!

redaksi

Foto: Suasana depan Gerbang Kampus Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, pada Kamis (22/8/2024).
Foto: Suasana depan Gerbang Kampus Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, pada Kamis (22/8/2024).

Samarinda – Aksi protes baru-baru ini kembali mengguncang Kota Samarinda. Nampak ada ratusan mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) turun ke jalan, dengan fokus utama untuk mengevaluasi 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Pada Kamis (22/8/2024), mereka berkumpul di depan Gerbang Kampus Unmul jalan M. Yamin, Kota Samarinda, dengan membawa berbagai macam atribut yang menyuarakan kekecewaan terhadap berbagai kebijakan yang diambil selama era Jokowi.

Spanduk-spanduk besar yang menyoroti isu-isu penting, diantaranya seperti Pengesahan RUU Masyarakat Adat, Reforma Agraria Sejati, hingga penolakan terhadap RUU Penyiaran dan komersialisasi pendidikan pun turut digaungkan.

Tidak hanya itu, para demonstran juga dengan tegas menolak revisi UU Pilkada yang sedang diproses cepat oleh Badan Legislasi DPR RI Pusat. Mereka menilai revisi tersebut sebagai langkah mundur dalam demokrasi Indonesia, yang sekaligus menunjukkan ketidaktaatan pemerintah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Muhammad Yuga, Koordinator Aksi, dengan lantang menyuarakan kekecewaan dan rasa prihatinnya terhadap Presiden Jokowi yang dianggap mengingkari janji-janji Nawacita yang pernah diusungnya.

“Selama 10 tahun ini, Jokowi terus menerus menunjukkan ketidakseriusannya menepati janji-janji yang dulu dia kampanyekan kepada masyarakat. Nawacita yang dulu jadi harapan, sekarang hanya tinggal slogan kosong,” tegasnya.

Menurutnya, aksi ini adalah bentuk kritik keras terhadap berbagai keputusan pemerintah yang dinilai semakin menjauh dari semangat reformasi.

“Banyak keputusan yang diambil pemerintah akhir-akhir ini, termasuk revisi UU Pilkada, yang jelas-jelas melawan putusan MK. Ini adalah bentuk pembangkangan konstitusi yang tidak bisa kita biarkan begitu saja,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan bahwa kondisi demokrasi Indonesia saat ini jauh dari kata sehat. Pemerintah dianggap cenderung abai terhadap kritik dan malah memperkuat cengkeraman kekuasaan.

Aksi ini bukan yang terakhir. Yuga menyatakan jika mereka akan terus menggelar konsolidasi untuk memperkuat tuntutan dan melanjutkan aksi di kemudian hari.

“Kami tidak akan diam. Aksi lanjutan akan terus kami lakukan hingga pemerintah benar-benar mendengar dan merespons tuntutan kami,” tutupnya.

Baca juga

Bagikan: